Minggu, 29 Maret 2009

duhai

duhai,

peniup sangsakala...

tangguhkan waktumu meruntuhkan dunia

belum fasih do'a  dilantunkan

masih perih hati dan luka pikiran

bisakah kuminta?

duhai,

peniup sangsakala...

petik rahasia surga lalu bisikkan ditelinga

agar suara derita yang kudengar hanya harap

sebelum terlambat aku di azab

bisakan kuminta?

duhai,

peniup sangsakala...

lelah?

mari bermain,masih ada ruang sisa untuk bernapas lega
sini,keluarkan sedikit tekanan dari pundakmu
aku akan memijatmu bila perlu
acuhkan keluhan, bersandarlah di pangkuan
tak akan membuatmu lupa raga

Jumat, 27 Maret 2009

karam

aku pulang terlambat, lupa bawa kunci kamar.
tak ingin ketuk pintu,kutunggu saja mengeram.
aku bisa bersabar,
asal jangan jadikan aku padam.







Kamis, 26 Maret 2009

batu loncatan

sebenernya, apa yang ga bisa gw lakukan sekarang itu bukan karena gw ga mampu. tapi karena gw telat sadar banyak hal yang uda gw lupa, terus mendadak ga masuk list alam pikiran gw lagi, terus menghilang entah kemana passion itu. selain karena -entah kenapa- kekonsistenan gw sangat ga konsisten.  

seandainya gw berada di posisi batu loncatan, pastilah gw sedang mempersiapkan ancang-ancang, menguatkan kuda-kuda dan memperjelas arah terbang gw. segala macam hal yang berlalu dan tersapu, jadi simpanan di rekening masa dulu aja. deposit beku. 

udah ya, sekarang sudah begini. jangan mencoba lagi memperbaiki yang ga rusak.

Jumat, 20 Maret 2009

poledance

sebenernya jauh sih dari root jaipongan yang pernah gw pelajari,tapi kok gw pengen belajar poledance ya...
dan satu2nya yang boleh nonton cuma suami gw ntar, 
dikamar... *wekekekek

jangan karena

jangan karena makin cinta makin hilang kepala.
itu pembodohan...
walaupun dengan bodoh, telah belajar menjadi pintar...

Sabtu, 07 Maret 2009

sudah

sudahlah mah...
jangan merasa muak,
kita sama sama tahu,tidak akan ada perasaan bersambut dengan mengharapkan dia menjadi dambaan kita.

sudahlah mah...
jangan merasa letih,
aku sudah rela,melihatnya menjadi baja yang berkarat, hatinya tak pernah sama.

sudahlah mah...

petikan hari ini

menulut pu,semua olang punya sisi baik dalam dilinya. jadi sebenelnya ga pelu effolt buat jadi olang baik. tinggal punya itikad aja dan ketenangan hati.
hati yang tidak dengki,
hati yang tidak plejudis,
hati yang tidak malah,
hati yang tidak sedih,
hati yang tidak takut,
hati yang tulus dan ikhlas,
chum...

Rabu, 04 Maret 2009

yang tidak membunuhmu (seharusnya) menguatkanmu

bisa jadi kearoganan saya membuahkan suatu hipotesis untuk diri sendiri, tentang bagaimana sebuah pengalaman pahit bekerja pada akhirnya dan bisa membantu saya survive.

belum lama ini, ada kawan saya yang curhat mengenai kesulitan hatinya-- betapa payahnya tinggal di negara asing dan ter-excluded dari kehidupan komunitas yang dikenalnya dengan akrab di indonesia. dan  perasaan itu membuatnya gila. 

ada yang bilang kalau hidup itu 90 persennya terjadi berdasarkan cara bereaksi terhadap hal luar yang beraksi pada diri kita, dimana penggunaan 90 persen seoptimalnya bergantung pada kekuatan bertahan hidup. well, untuk sementara ini mari pakai teori itu. saya percaya bahwa keoptimalan itu bisa diraih jika kita mampu berkompromi terhadap 10 persen yang terjadi diluar sana, dan 90 sisanya adalah jatah menjadi proaktif--bukan reaktif. 

tidak semua yang 10 persen itu bisa berjalan sesuai kehendak kita. jadi, ga usah lah terlalu pusing menghabiskan energi mengatur seluruh alam semesta berjalan berdasar kuasa kita (yang dimana adalah nonsense) yang bisa --kaya yang terjadi sama kawan saya-- bikin gila, histeris, diluar akal sehat, bla bla bla, you name it.

hal hal diluar kendali itu  bisa diatasi kok, dengan pola pikir. saya bisa bicara ini, karena tau apa bedanya antara tetap berpikir jernih dan menjadi destruktif. 

bicara tentang contoh kasus lain, lagi heboh berita tentang pemuda Indonesia yang berkuliah di singapura, setelah menusuk dosen pembimbing tugas akhirnya, dia bunuh diri loncat dari lantai 4 gedung kampusnya.  beralasankah hanya karena stres TA dan terputusnya beasiswa, mahasiswa tersebut menusuk dosennya lalu bunuh diri? selain berusaha simpati, akal sehat kita pasti akan menilai itu sebagai tindakan tanpa pikir panjang. saya akan meng-extendnya: bahkan bisa jadi dia tidak berpikir sama sekali. diluar fakta bahwa si mahasiswa ini dilimpahi dengan segudang prestasi tingkat dunia (kalo ga salah, dia ini juara olimpiade matematika kelas internasional) dan kecerdasan maha sempurna, tapi siapa sangka kalo mentalnya kalah? indikasi bahwa dia tidak mampu berkompromi dengan 10 persen yang bereaksi terhadap dirinya dan menyia-nyiakan 90 persen porsi dia untuk proaktif terhadap masalah. buat saya, cerdas intelektual itu ga sama dengan cerdas emosional, dua hal ini butuh balance. integrasi inilah yang bisa mempengaruhi pola pikir. 

buat saya, pengalaman pahit itu meskipun menggerus-gerus sampe tulang sumsum tapi rasanya tetap menjadi guru yang bijak. misalkan saja, pengalaman pahit patah hati (duh, mentang-mentang sering patah hati) sakit hatinya terjadi pada saat itu saja sebetulnya, dan yang  terjadi setelahnya adalah penolakan alam bawah sadar kita menerima kenyataan, makanya sedihnya jadi berlarut-larut, jadi depresi, jadi menangis berhari hari. tapi setelah bercermin lagi, tanya deh apa yang didapat dari peristiwa itu. kalau saya bertanya dan bercermin dalam hati, dia akan berkata: to forgive. dari kemampuan ikhlas memaafkan itu apakah yang tersisa tetap sakit hati? tidak. tapi value. nilai-nilai tentang memaafkan atau bahkan melupakan. nilai itulah yang kemudian berakar pada pola pikir. 

dalam kasus kawan saya ini, saya ga berhak menggurui dia. mengata-ngatai dia tentang apa yang harusnya dia lakukan. cuma berdoa, semoga dia menjadi kuat dengan apa yang tidak mampu membunuhnya, tidak lantas gila atau loncat dari gedung asrama.