Kamis, 19 Februari 2009

that's why i adore him

dengar cerita kawan saya tentang masa kecil nyebelinnya, bikin ingatan saya meroket mundur ke alam ingatan masa kecil saya. ditanya tentang siapa yang selalu di panggil ketika jatuh dan menangis, rata2 kawan2 saya akan menjawab ibunya atau ayahnya atau pengasuhnya dan bahkan orang-orang terdekat mereka. 
kawan saya yang ini menjawab "papah dan uwo"-lah yang akan dia cari. saat pertanyaannya dihadapkan pada saya, butuh waktu lama buat mengorek setiap detail sampai akhirnya saya yakini bahwa setiap jatuh saya tidak akan memanggil nama siapa siapa. karena setelahnya saya hanya akan berdiri, meringis, tertawa lalu masuk kamar menangis tersedu sedu menelan semua ejekan. saat keluar kamar dalam keadaan lebih baik, ibu saya akan bertanya mengenai mata saya yang  bengkak, kadang saya jawab kadang tidak. bahkan kadang tidak ada yang bertanya. 
dulu mungkin berpikir, saya bisa mengatasi segalanya dengan kemampuan sendiri. saya baik baik saja dan ingin membuat kesan seolah olah memang demikian, walaupun menahan tangis itu dampak sakit hatinya berkalikali lebih besar ketimbang melepaskannya.
sulit melelehkan hati yang keras, dan itulah yang terjadi pada saya. see,lamalama saya kenyang menelan segalanya sendirian, mau "dimuntahin" ke orangtuapun ga bisa karena ga terbiasa (kayanya saya tipe anak yang jaga image depan orang tua). komunikasi bedasarkan jugdement itu bikin saya kadang ga bisa menjadi diri apa adanya, memikirkan judgement dari mereka bikin berhatihati dan saya bisa 'membelah diri'. jadi daripada demikian, saya memilih untuk diam saja. saya akan baik baik saja, dan ketika jalan saya awut awutan, akan saya benahi dulu sampe lurus, setelah itu baru saya cerita--itupun kalau ditanya.
lucunya adalah saat saya punya pacar--yang notabene kehadiran orang luar-- saya akan merasa lebih terbuka sama dia. saya ga akan khawatir sama jugdmentnya. karena itulah, saat jatuh dan terluka dialah yang kemudian akan saya cari (setelah Tuhan). saya mengandalkannya dan ga takut terlihat sehina apapun saya tau dia sayang banget sama saya.
lucunya lagi, hubungan kasih sayang  sama pacar sedikit banyak telah  memperbaiki komunikasi saya dengan orang tua (tapi tetep sih, saya tetep pantang ngeluh macemmacem sama ortu)
initinya adalah;saya melunak. dan apakah pelunakan itu bikin saya lemah? tentu tidak, pelunakan itu mengajarkan untuk sekalikali mengistirahatkan hati dan menyenderkannya pada seseorang tidak membuatnya menjadi payah. itu namanya pertahanan diri.

3 komentar:

misskepik mengatakan...

seperti membaca cerita diri sendiri di beberapa tempat :p

melur mengatakan...

hehehehe nice post chim :)

satirelane mengatakan...

ah, hanya pengalaman pribadi saja kok ;))