”Indonesia adalah bangsa besar. Tanda kebesarannya antara lain lapang juwanya, sangat suka mengalah, tidak lapar kemenangan dan keunggulan dari bangsa lain, serta tidak tega melihat masyarakat lain kalah tingkat kegembiraan dibanding dirinya.”
”Kita benar-benar sudah hampir lulus menjadi bangsa yang besar. Dan puncak kebesaran kita adalah kesediaan kita untuk menjadi kerdil.”
Angin yang membuat saya begitu bersemangat untuk mengomentari pemikiran seorang Emha Ainun Nadjib ternyata cukup membuat saya tertawa dalam hati. Kenapa dia bisa begitu satir dalam setiap kalimatnya? Sama halnya ketika saya mulai tertarik pada karya2 William Hogarth –yang dikenal dengan nama David Low—sebagai seorang ’Grandfather of Satire’
Gin Lane karya David Low
Ada apa dengan sesuatu yang bersifat menyindir? Agaknya seperti serat mangga yang terselip diantara gigi, tak menarik perhatian namun cukup mengganggu kenyamanan. Coco Channel dalam sebuah peragaan busananya pernah berkata bahwa dia lebih menghargai hujatan secara langsung dari kliennya ketimbang sindiran sebagai sikap melindungi diri dari gagasan tersirat yang menyinggung perasaan.
Beberapa memilih untuk dinilai secara terang-terangan, terlontar depan muka tanpa perisai kata-kata manis yang sesungguhnya menusuk. Mungkin karena dengan cara itu tidak akan ada waktu terbuang untuk mengintrepetasikan makna. Padahal menurut saya, satir adalah sebuah hujian cerdas (istilah yang diciptakan oleh partner saya, yag berarti hujatan dalam pujian) yang dapat menciptakan senyuman disudut bibir.
Bayangkan bagaimana sebuah pujian ternyata mengandung hujatan terselubung, begitulah cara satir bekerja dalam memperdaya emosi seseorang (maka saya berkesimpulan bahwa Coco Channel merupakan orang yang sangat berhati2 dalam menginvestasikan waktunya, saya tidak menganggap beliau tidak cukup cerdas untuk menangkap sesuatu yg tersirat)
Saya menangkap kesan bahwa satir merupakan sebuah grandeur of manner atau upaya penghalusan saat kita ingin menertawakan sesuatu yang (sebenarnya) tidak lucu. Satir merupakan humor tingkat tinggi dengan sisi gelap yang mengandung kontradiksi, ketimpangan yang mulus antara horror dan laughter, membuatmu tertawa. Dan akhirnya dengan sedikit peruntungan, kita mulai berpikir.
Mengintip pada sebuah contoh kasus, sebutlah keseharian saya pada saat pacar menilai saya sebagai seseorang yang seperti ratu lebah, menyengat namun seolah-olah tidak menyadari memiliki racun yang mematikan (ini termasuk pujatan, atau pujian dalam hujatan) apa sih yang lebih menyebalkan untuk orang lain selain kemampuan destruktif (padahal konstruktif) menular tanpa kita sendiri mengakui kapasitas itu. Hal itu seperti melukai seseorang dengan tampang polos tak berdosa.
Hahahahaha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar